Cara Menangani Konflik

Konflik itu tidak bisa dihindari di dalam organisasi karena sasaran, nilainilai dan kebutuhan dari kelompok dan individu itu tidak selalu sama. Konflik mungkin adalah suatu tanda dari sebuah organisasi yang sehat. Kesepakatan lunak tentang semua hal akan menjadi tidak natural dan melemahkan.

Seharusnya akan selalu ada perselisihan ide tentang tugas-tugas dan proyek-proyek, dan ketidak-sepakatan seharusnya tidak di tekan. Semua itu seharusnya di bawa ke ruang terbuka karena itu adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa isu-isu dijelajahi dan konflik-konflik diatasi.

Terdapat yang namanya konflik kreatif – ide-ide, wawasan, pendekatan dan solusi baru bisa dihasilkan melalui pengamatan bersama terhadap berbagai sudut pandang yang berbeda, selama itu didasarkan pada pertukaran informasi dan ide-ide yang objektif dan rasional.

Tapi konflik menjadi kontra produktif saat di dasarkan pada perbedaan kepribadian, atau saat diperlakukan sebagai kekacauan yang tidak pantas dan perlu segera di hilangkan, bukannya sebagai masalah untuk di atasi. Penuntasan konflik bisa berkaitan dengan konflik antar kelompok atau antar individu.

Menangani Konflik Antar Kelompok

Ada tiga cara utama untuk mengatasi konflik antar kelompok: Berdampingan secara damai, berkompromi dan pemecahan masalah.

Berdampingan Secara Damai

Sasarannya di sini adalah untuk menghaluskan perbedaan dan menekankan kesamaan. Orang-orang di dorong untuk belajar hidup bersama; terdapat pertukaran informasi, kontak dan pendapat, dan orang-orang bergerak bebas diantara kelompok-kelompok (misalnya antara markas besar dan cabang, atau antara sales dan manufacturing). Ini adalah sebuah ideal yang menyenangkan, tapi banyak yang tidak di praktekkan di banyak situasi.

Ada banyak bukti bahwa konflik itu tidak selalu bisa di selesaikan dengan cara mengumpulkan orang-orang. Memperbaiki komunikasi dan teknik-teknik misalnya pengarahan-pengarahan kelompok tampaknya adalah ide yang bagus, tapi itu tidak akan ada gunanya jika manajemen tidak mengatakan apapun tentang apa yang ingin di dengar orang-orang. Juga ada bahaya bahwa isu-isu real, yang tersembunyi dari luar, akan kembali muncul ke permukaan.

Berkompromi

Isu-isu di selesaikan melalui negosiasi atau perundingan dan tidak ada pihak yang menang ataupun kalah. Konsep pemisahan perbedaan ini pada intinya adalah pesimistis. Ciri dari penekatan ini adalah bahwa tidak ada jawaban ‘benar’ atau ‘terbaik.’ Kesepakatan-kesepakatan hanya mengakomodasi perbedaan. Isu-isu real itu kemungkinan tidak diselesaikan.

Pemecahan Masalah

Suatu percobaan dibuat untuk menemukan solusi bagi masalah, bukannya sekedar mengakomodasi perbedaan pandangan. Disinilah apa yang disebut sebagai ‘konflik kreatif’ muncul. Situasi-situasi konflik bisa dimanfaatkan untuk menciptakan solusi-solusi yang lebih baik.

Jika solusi itu akan di kembangkan oleh pemecahan masalah, maka solusi tersebut harus dihasilkan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab yang sama untuk melihat bahwa solusi tersebut efektif.

Urutan dari aksinya adalah: pertama, mereka yang bersangkutan bekerja sama untuk mendefinisikan masalah dan menyepakati sasaran yang akan di capai di dalam menemukan suatu solusi; yang kedua, kelompok-kelompok mengembangkan solusi alternatif dan mendiskusikan kepentingan mereka; yang ketiga, kesepakatan di capai pada arah aksi yang dipilih dan bagaimana itu seharusnya di terapkan.

Menangani Konflik Antar Individual

Menangani konflik antar personal tu bisa jadi lebih sulit dibanding menyelesaikan konflik antar kelompok. Entah konflik itu bermusuhan secara terbuka atau tersembunyi, perasaan-perasaan personal yang kuat mungkin terlibat. Namun, seperti yang dikatakan James Ware dan Louis Barnes:

Kemampuan untuk menangani konflik-konflik secara produktif itu kritis bagi kesuksesan manajemen. Perbedaan-perbedaan antar personal seringkali semakin memuncak saat pertaruhan organisasional tampak tinggi, tapi hampir semua organisasi memiliki isu-isu kecil yang berubah menjadi konflik-konflik besar. Masalah dari para menejer adalah untuk membangun diatas perbedaan opiini manusia sambil tidak membiarkannya untuk membahayakan kinerja, kepuasan dan pertumbuhan.

Ware dan Barnes melanjutkan dengan mengatakan bahwa konflik antar personal, sama seperti konflik antar kelompok, itu adalah sebuah realitas organisasional yang tidak buruk maupun baik.

Itu bisa menjadi destruktif, tapi juga memainkan suatu peran produktif. ‘Masalah biasanya muncul saat kemungkinan konflik itu di tekan secara sengaja, atau saat berkembang di luar kontrol dari lawan atau perantara pihak ketiga.’

Reaksi terhadap konflik antar personal itu mungkin dengan menarik diri, membiarkan pihak lain untuk menguasai lapangan. Ini adalah sebuah situasi klasik kalah/menang. Masalah telah diatasi dengan paksaan, tapi ini mungkin bukanlah solusi terbaik jika hanya mewakili sudut pandang satu orang yang telah mengabaikan argumentasi berlawanan, dan, bahkan, telah mengontrol mereka.

Pemenang mungkin berjaya tapi yang kalah akan merasa dirugikan dan entah jadi tidak termotivasi atau memutuskan untuk berperang di lain hari. Akan ada ketenangan, tapi bukan suatu akhir, dari konflik. Pendekatan lain adalah dengan meluruskan perbedan dan berpura-pura bahwa konflik tidak ada, meski tidak ada usaha untuk mengatasi akar penyebabnya.

Sekali lagi, ini adalah sebuah pendekatan yang tidak memuaskan. Isu-isu mungkin kembali muncul dan peperangan kembali terjadi. Pendekatan lainnya lagi adalah berunding untuk mencapai kompromi. Ini berarti bahwa kedua belah pihak itu siap untuk kalah juga memenangkan beberapa poin, dan sasarannya adalah untuk mencapai suatu solusi bagi kedua belah pihak.

Akan tetapi, berunding itu melibatkan semua jenis taktik dan seringkali permainan-permainan kontra produktif, dan pihak-pihak yang terlibat itu seringkali lebih cemas untuk mencari kompromi-kompromi yang bisa di terima dibanding solusi-solusi yang sehat. Ware dan Barnes mengidentifikasi dua pendekatan lain untuk menangani konflik antar personal: mengontrol dan konfrontasi konstruktif.

Mengontrol

Mengontrol bisa melibatkan pencegahan interaksi, atau mengatur bentukbentuk interaksi atau mengurangi atau mengubah tekanan-tekanan eksternal. Pencegahan interaksi itu adalah sebuah strategi untuk digunakan saat emosi-emosi itu tinggi.

Konflik di kontrol dengan menjaga pihak-pihak agar menjauh dengan harapan bahwa, meski perbedaan tetap ada, tapi orang-orang yang terlibat punya waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan pendekatan-pendekatan yang lebih konstruktif. Tapi ini mungkin hanyalah suatu jalan temporer dan pada akhirnya konfrontasi bisa semakin meledak.

Mengatur bentuk-bentuk interaksi bisa menjadi suatu strategi saat tidak mungkin untuk memisahkan pihak-pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, berbagai aturan bisa dikembangkan untuk berhadapan dengan konflik dalam hal yang menyangkut perilaku-perilaku, misalnya mengkomunikasikan informasi atau berhadapan dengan isu-isu spesifik.

Akan tetapi, ini juga mungkin adalah suatu strategi temporer jika perasaan-perasaan kuat yang melandasi itu hanya ditekan bukannya di selesaikan. Konseling personal itu adalah suatu pendekatan yang tidak menangani konflik itu sendiri tapi lebih difokuskan tentang bagaimana dua orang itu bereaksi.

Konseling personal memberikan orang-orang kesempatan untuk melepaskan tekanan-tekanan dan mungkin mendorong mereka untuk memikirkan cara-cara baru di dalam menyelesaikan konflik. Tapi ini tidak menangani sifat dasar dari konflik, yaitu hubungan antara dua orang. Itulah kenapa konfrontasi konstruktif menawarkan harapan terbaik untuk suatu solusi jangka panjang.

Konfontrasi Konstruktif

Konfrontasi konstruktif adalah suatu metode untuk menyatukan orangorang yang berada dalam konflik, idealnya dengan suatu pihak ketiga yang berfungsi membantu membangun suasana penyelidikan dan koperatif.

Konfrontasi konstruktif ditujukan untuk membuat pihak-pihak yang terlibat agar memahami dan menjelajahi persepsi dan perasaan orang lain. Ini adalah sebuah proses pengembangan pemahaman mutual untuk menghasilkan suatu situasi win/win.

Isu-isu akan di konfrontasikan tapi pada basis suatu analisa bersama, dengan bantuan dari pihak ketiga, mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan situasi dan perilaku aktual dari mereka yang terlibat.

Perasaan-perasaan di ekspresikan tapi akan di analisa dengan mengacu kepada event-event spesifik untuk menentukan aturan-aturan bagi diskusi yang di tujukan untuk mengungkap fakta-fakta dan meminimalkan sikap bermusuhan.

Mereka harus memonitor cara-cara dimana perasaan-perasaan negatif itu di ekspresikan dan mendorong semua pihak untuk membuat definisidefinisi baru tentang masalah dan penyebabnya, serta motivasi-motivasi baru untuk menjangkau suatu solusi yang sama.

Pihak ketiga harus menghindaari godaan untuk mendukung atau tampak mendukung salah satu pihak. Mereka seharusnya mengadopsi suatu pendekatan konseling, sebagai berikut:

  • Mendengarkan secara aktif.
  • Mengamati sambil mendengarkan.
  • Membantu orang-orang memahami dan mendefinisikan masalah dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan relevan yang berujung terbuka.
  • Mengakui perasaan-perasaan dan mengijinkan untuk di ekspresikan.
  • Membantu orang-orang mendefinisikan masalah untuk diri mereka sendiri.
  • Mendorong orang-orang untuk menjelajahi solusi alternatif.
  • Membuat orang-orang mengembangkan sendiri penerapan rencana-rencana tapi memberikan nasehat dan membantu jika di minta.

Kesimpulan

Konflik, seperti yang sudah di katakan, bukan untuk disesalkan: itu adalah suatu perkembangan sekaligus perubahan yang tidak bisa dihindari. Apa yang seharusnya disesalkan adalah kegagalan untuk menggunakan konflik secara konstruktif.

Pemecahan masalah yang efektif dan konfrontasi konstruktif itu menyelesaikan konflik dan membuka jalur-jalur diskusi dan aksi koperatif. Bertahun-tahun yang lalu, salah satu pioneer penulis tentang manajemen, Mary Parker Follett menulis sesuatu tentang menangani konflik yang masih valid sampai saat ini yaitu: Perbedaan bisa dibuat untuk berkontribusi bagi penyebab umum jika semua itu di atasi dengan penggabungan bukannya dominasi atau kompromi.